Rabu, 30 Desember 2015

Bagi Saya, 2015 Itu...

 
Beberapa hari lagi 2015 akan berakhir. 2016 menyambut di depan mata. Bagi saya 2015 itu adalah tahunnya cobaan sekaligus pengingat akan nikmat yang Alloh berikan di tengah cobaan. Semoga, cobaan ini melunturkan dosa-dosa saya sebagai hamba Alloh. Semoga.

Awal-awal 2015 adalah waktu yang membahagiakan. Hingga kemudian di akhir Maret 2015, suami divonis TB Paru yang membuatnya harus setiap hari minum obat anti TB (OAT). Obat yang diminum suami berefek buruk untuk lambungnya sehingga harus bolak-balik dirawat di rumah sakit. 4 kali masuk UGD, 3 kali dirawat, 1 kali endoskopi, beberapa kali terapi alternatif, dan bolak-balik kontrol dokter spesialis.


Selama suami di rumah sakit, saya yang menemani. Terpaksa beberapa kali saya harus absen ngantor dan meninggalkan pekerjaan. Beruntung saat itu masih ada ART yang membantu mengurus anak-anak. Jadi, setidaknya untuk urusan itu saya bisa tenang dan fokus pada perawatan suami di rumah sakit.

Selama 9 bulan lamanya, suami harus mengonsumsi OAT. Dan selama itu pula suami tidak mampu bekerja ke kantor. Beruntung kantor tempat suami bekerja memaklumi kondisi ini dan memberikan cuti sakit di beberapa bulan terakhir ini.

Di akhir-akhir bulan puasa, Juli 2015 yang lalu, saya diberikan "rezeki" hamil anak ketiga. Kaget luar biasa, mengingat suami masih harus mendapat perhatian lebih karena sakitnya, sementara di awal-awal kehamilan, saya mengalami "ngidam" yang berat. Mual, muntah, kelelahan luar biasa, lemas, pusing, dan bahkan sempat pingsan (meski cuman sekali dan sebentar) mengisi hari-hari di tri semester pertama kehamilan. Sungguh ujian berat bagi saya saat itu karena suami yang sedang sakit, tidak mungkin saya mengandalkan dia. Saya masih beruntung karena ART masih bisa mengurus anak-anak di saat saya harus mengendalikan mual dan muntah yang menyiksa kala itu.

Saat hamil inilah, saya hanya bisa fokus pada diri saya. Suami terpaksa harus mengurus dirinya sendiri, karena saat itu kondisi saya benar-benar payah.

Akhirnya pada Oktober 2015, ART mengundurkan diri. Tanpa dibantu ART, otomatis urusan anak-anak menjadi tanggung jawab kami sepenuhnya. Padahal suami masih belum bisa beraktivitas seperti sebelum positif TB dan saya belum sepenuhnya lepas dari "ngidam" trisemester pertama kehamilan. Sungguh berat melalui semuanya saat itu. Tapi, akhirnya saya takjub juga bisa melaluinya hingga Desember ini tanpa ART.

Saya masih bersyukur karena lokasi rumah kami dekat dengan rumah orangtua suami. Dekat pula dengan rumah dua kakak ipar. Namun, tidak sepenuhnya kami bisa mengandalkan mereka, karena kedua orangtua suami sudah tua dan ibu mertua mengurus cucu paling kecil. Tapi setidaknya saya masih "disedekahi" makanan untuk sarapan. Hahaha (ga tau malu, hehehe...)

Suami juga masih bisa mengandalkan ibunya untuk makanan sehari-harinya karena makanan untuk penderita penyakit lambung tidak boleh sembarangan. Lagi-lagi saya bersyukur, karena setidaknya urusan suami bisa saya lepas, sehingga saya masih bisa fokus pada diri saya dan anak-anak.

Karena ditinggal ART ini, maka kami putuskan, anak-anak saya bawa ke kantor dan disekolahkan di PAUD milik kantor (sebelumnya hanya si kakak yang saya sekolahkan). Alhamdulillah, saat membawa anak-anak ke kantor, saya dipinjamkan mobil oleh bapak mertua termasuk sopirnya. Lagi-lagi saya bersyukur. Alhamdulillah. 

Alhamdulillah, di minggu keempat Desember, suami lepas dari OAT. Oleh dokternya, suami dinyatakan bersih dari TB dan tidak perlu mengonsumsi OAT lagi. Namun, karena obat ini menyerang lambungnya, kondisi suami masih belum pulih 100 persen. Saat saya tanya, katanya belum ada pengaruh yang signifikan sejak lepas dari OAT. Ya, urusan lambung memang lambat laun proses penyembuhannya. Maka, saya dan anak-anak harus bersabar lagi. Anak-anak sebenarnya sudah kangen diajak main ayahnya ke taman atau ke tempat yang biasa kami kunjungi sebelum suami sakit.

Lalu, bagaimana dengan urusan pekerjaan rumah tangga selama ditinggal ART, suami sakit, saya kerja dan dalam kondisi hamil? Ya, kami yang bergantian menyelesaikan urusan rumah tangga. Saat saya fokus dengan anak-anak, suami dengan sukarela menyapu lantai, menyuci piring, bahkan ngepel. Suami juga yang mencuci baju, sementara urusan gosok menggosok pakaian, saya dibantu tetangga depan rumah. Alhamdulillah. 

Meski cobaan bertubi-tubi datangnya, saya masih harus bersyukur karena Alloh masih memberikan jalan di tengah cobaan itu. Mestinya saya bersyukur dengan memperbanyak ibadah, ini masih menjadi PR buat saya. Apalagi saya tengah hamil, tentu banyak harapan yang ingin saya wujudkan demi kelancaran kehamilan dan persalinan, serta bayi yang sehat dan sempurna ketika dilahirkan. Tapi, saya nyatanya masih lalai dalam memanjatkan doa usai solat. Astagfirulloh. Harus perbaiki diri!! Harus!! Harus!! >_<

Apalagi tahun baru 2016 hanya tinggal beberapa hari lagi. Tahun baru berdasarkan dalil dikatakan lebih buruk (dalam hal agama, akhlak, moral) dari tahun sebelumnya. 

"Sesungguhnya, tidak akan datang pada kalian suatu zaman kecuali yang lebih jelek daripadanya hingga kalian menjumpai Tuhan kalian. Ini saya dengar dari Nabi SAW.” (HR Bukhari dan Turmudzi). 

Naudzubillahimindzalik. Ini sebagai pengingat bagi saya untuk memperbaiki diri, terus dan terus. Bismillah...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar